Sekitar 20 tahun yang lalu aku lagi senang-senangnya bersepeda, terutama di hari Ahad pagi. Biasanya pada waktu itu aku dan beberapa keluarga bersepeda santai ke daerah-daerah pedesaan, seringnya aku bersama kakekku. Nah, beberapa hari yang lalu aku mencoba kembali menyusuri rute yang dulu sering aku lalui bersama kakekku, yang sekitar 20 tahun pula tidak pernah aku lewati dengan bersepeda. Sebenarnya rute ini tidak terlalu jauh jaraknya dari rumah, kalo ditotal seluruh perjalanan tidak sampai satu jam penuh. Tapi karena ada faktor menyeberangi Sungai Brantas, jadi kesannya cukup jauh.
Rute ini sudah beberapa hari aku rencanakan, terutama untuk dijalankan pas hari libur, jadi lebih santai perjalanannya. Lagian aku juga belum tahu pasti berapa waktu yang aku habiskan untuk berangkat sampai kembali ke rumah lagi. Apalagi aku juga mengantisipasi kalo aku lupa lewat jalan mana yang akan diambil. Jam setengah enam aku mulai meninggalkan rumah, mengambil rute ke barat membelah Desa Ngadiluwih untuk mencapai tambangan Sungai Brantas. Setelah sampai, hanya menunggu sebentar perahu sudah nyampai sisi timur dan kemudian naik ke perahu. Setelah bertahun-tahun tidak lewat sini ternyata ada beberapa perubahan di penyeberangan perahu ini.
Yang pertama terlihat adalah adanya pemisahan jalan antara dari dan menuju perahu. Meskipun jalan dari perahunya tetap satu, tapi di tengah jalan ada persimpangan untuk menghindari ruwetnya jalur karena orang-orang yang akan menaiki perahu tidak sabar untuk menuju ke perahu, sedangkan orang-orang yang baru turun dari perahu pengen cepat-cepat menuju tempat tujuannya. Yang kedua tarif penyeberangan sekarang Rp1.000. Dibandingkan dengan sekitar 13 tahun yang lalu masih Rp500, ternyata kenaikannya tidak begitu banyak. Kenaikan harga BBM pun tidak mempengaruhi tarif perahu, maklum lagian perahunya juga tidak pakai BBM. Sedangkan yang lain tetap seperti dulu, Sungai Brantas pun juga sama seperti dulu.
Daerah seberang adalah Kecamatan Mojo, orang-orang di daerahku lebih sering menyebutnya brang kulon, atau bisa diartikan sebagai daerah seberang barat. Begitu nyampai seberang, perjalanan darat pun diteruskan. Melewati sebuah lapangan yang dulu pernah ada perkemahan sekolah yang aku ikuti, ternyata sudah berubah juga. Dulunya lapangan tersebut ada di samping sebuah SD. Sekarang di samping lapangan bukan lagi SD, melainkan sudah menjadi SMA Negeri 1 Mojo. Jalan tersebut habis di sebuah pertigaan jalan raya, yang kemudian aku harus belok ke kiri ke arah selatan. Jalan ini melewati pertigaan yang bila mengarah ke kanan atau ke arah barat akan menuju ke tempat wisata Air Terjun Dholo. Terus mengayuh ke arah selatan, jalanan kemudian menikung ke kiri dan kemudian kembali menikung ke kanan. Sambil mengingat-ingat jalan, aku mengamati daerah sekitar situ, karena seingatku jalan kembali menuju ke timur ada di daerah setelah dua tikungan tadi.
Ternyata benar juga, di sebelah kiri jalan ada sebuah tulisan di tembok yang menunjukkan bahwa ada jalan kecil yang mengarah ke tambangan. Masuk ke jalan kecil tadi, ternyata ini adalah jalan yang pendek, karena begitu masuk ke jalannya Sungai Brantas udah kelihatan. Menunggu sebentar perahu yang sedang menuju ke barat sambil istirahat sejenak di tepi jalan. Ternyata tarif penyeberangan di sini juga sama seperti tarif penyeberangan saat berangkat tadi. Hanya saja pada waktu itu kendaraan yang menyeberang tidak terlalu banyak seperti pada waktu berangkat tadi. Maklumlah, karena jalan waktu berangkat tadi adalah jalan utama yang menghubungkan Kecamatan Mojo dengan Kecamatan Ngadiluwih.
Setelah turun dari perahu, perjalanan darat kembali dilanjutkan menuju arah timur. Kelihatan jelas perbedaan jalan yang sekarang, sebagian besar jalan ini sudah diaspal meskipun tidak halus benar. Jalan ini berakhir di jalan besar propinsi, yang juga melewati depan rumahku. Belok ke kanan, ke arah utara, aku sudah menuju lurus kembali ke rumah. Sampai rumah aku perhatikan bahwa tidak sampai satu jam aku melakukan perjalanan ini.
Satu hal dari perjalanan ini adalah selain berolahraga, perjalanan ini juga sebagai sarana mengenal kembali daerah-daerah di luar lingkungan rumahku. Masih banyak daerah yang sebenarnya dekat dengan lingkungan rumahku tapi belum aku kenal. Mungkin dulu aku pernah melewatinya tapi karena jarang melewatinya lagi bisa jadi aku jadi lupa karena banyak perubahan di situ. Namun selain itu semua, perjalanan ini juga menjadi sarana mengenang kembali masa-masa bersepeda santai di pagi hari bersama almarhum kakekku.